Oleh Ihsan Tandjung
Saudaraku, kita semua tahu bahwa Rasulullah Muhammad SAW wafat di tempat tidurnya didampingi oleh istrinya Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Berpisahnya ruh mulia teladan ummat ini dengan jasad agungnya terjadi sesudah beliau menderita sakit yang kian melemahkan tubuhnya sehingga menjadi jalan sampainya beliau kepada taqdir wafatnya. Betapapun sedih dan berdukanya ummat, tidak seorang muslim-pun dibenarkan untuk kembali menjadi musyrik atau kafir karena berpulangnya Nabi Muhammad SAW ke Rahmatullah.
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali-Imran [3] : 144)
Di dalam ayat di atas Allah SWT menyebutkan bahwa para Rasul-Nya ada yang wafat karena tutup usia dan ada yang meninggal karena dibunuh oleh musuh-musuh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW termasuk yang ditaqdirkan Allah SWT menemui kematian bukan dalam bentuk dibunuh oleh musuh-musuh Allah SWT. Ini merupakan suatu taqdir Allah SWT yang sungguh meringankan beban ummat Nabi Muhammad SAW. Mengapa?
Kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan teladan bagi ummat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hendaknya kita semua menjalani segenap urusan hidup dan mati kita dengan semaksimal mungkin mencontoh peri-kehidupan Nabi Muhammad SAW. Jelas, Allah SWT telah menempatkan beliau sebagai prototype ideal bagi segenap manusia yang mengaku beriman. Perhatikan ayat di bawah ini:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33] : 21)
Dengan adanya kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW menemui kematiannya dalam bentuk wafat tutup usia sebagaimana lazimnya kebanyakan orang, maka hal ini meringankan ummat Islam untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam perkara menjemput kematian. Bisa kita bayangkan betapa sulit dan beratnya beban ummat Islam sekiranya Allah SWT taqdirkan kematian Rasulullah SAW dalam bentuk dibunuh oleh musuh-musuh Allah SWT. Hal ini menjadi beban berat bagi ummat Islam karena itu berarti semua kita perlu mengharapkan agar menemui ajal dengan cara dibunuh oleh musuh-musuh Allah SWT.
Namun demikian, patut diketahui oleh setiap muslim bahwa sesungguhnya secara pribadi Nabi Muhammad SAW memiliki keinginan khusus untuk menemui kematian dengan cara yang istimewa, yaitu mati syahid di jalan Allah SWT. Beliau sebenarnya sangat berambisi untuk menemui ajalnya dengan cara dibunuh oleh musuh-musuh Allah SWT.
Nabi SAW bersabda: "Kalau seandainya tidak memberatkan umatku tentu aku tidak akan duduk tinggal diam di belakang sariyyah (pasukan khusus) dan tentu aku ingin sekali bila aku terbunuh di jalan Allah lalu aku dihidupkan lagi kemudian terbunuh lagi lalu aku dihidupkan kembali kemudian terbunuh lagi." (HR. Bukhari No. 35)
Subhaanallah...! Bayangkan, Nabi Muhammad SAW jelas-jelas berkeinginan sekali untuk terbunuh di jalan Allah SWT bahkan berharap jika hal itu terjadi kemudian berharap dirinya dihidupkan kembali oleh Allah SWT lalu kembali dibunuh di jalan Allah SWT.
Tetapi ada catatan dari ucapan teladan ummat Islam di atas yakni kalimat: "Kalau seandainya tidak memberatkan umatku...” Jadi jelas bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir bahwa jika apa yang ia inginkan benar-benar menjadi kenyataan maka sudah barang tentu hal tersebut bakal memberatkan ummat Islam seluruhnya. Oleh karenanya, Nabi Muhammad SAW tetap menghibur orang-orang beriman yang juga memiliki ambisi mati syahid. Beliau sampai mengatakan:
Nabi SAW bersabda: "Tidak ada seorang hamba pun yang meninggal dunia, di dimana di sisi Allah dia mendaptkan balasan, yang lebih baik sehingga membuatnya berhasrat untuk kembali lagi ke dunia dan sungguh dia mendapatkan dunia beserta isinya kecuali orang yang mati syahid karena dia melihat keutamaan mati syahid. Sungguh dia menginginkan dapat kembali ke dunia kemudian dia (berperang) dan mati syahid sekali lagi". (HR. Bukhari No. 2586)
Berarti, dapat disimpulkan bahwa kendati Nabi Muhammad SAW menemui kematian dengan cara yang lazimnya kebanyakan orang, yaitu meninggal di tempat tidur, tetapi sesungguhnya cita-cita beliau yang sebenarnya ialah menemui kematian dalam bentuk mati syahid di jalan Allah SWT . Sehingga perkara ini menjadi suatu anjuran yang jelas diarahkan Nabi Muhammad SAW kepada ummat Islam. Bahkan agar peluang memperolehnya menjadi lebih besar, maka setiap muslim dianjurkan untuk memiliki niat berperang di jalan Allah SWT . Barangsiapa menemui kematian tanpa pernah berniat berperang di jalan Allah SWT seumur hidupnya, maka berarti ia mati dalam salah satu indikasi kemunafikan. Wa na’udzu billaahi min dzaalika...!
Nabi SAW berkata: "Barangsiapa yang meninggal dan belum berperang serta belum berniat untuk berperang, maka ia meninggal berada di atas cabang kemunafikan." (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud No. 2141)
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami rezeki berjihad di jalan-Mu dan memperoleh mati syahid di jalan-Mu. Amin ya rabbal ‘aalamiin.
sumber: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/nabi-muhammad-bercita-cita-mati-syahid.htm