Oleh Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
An Nawaqidh adalah jamak dari Naqidh, yang dimaksud adalah pembatal-pembatal, seperti nawaqidhul wudhu yaitu pembatal-pembatal wudhu. Pembatal-pembatal Islam dinamakan dengan nawaqidh, juga dinamakan dengan sebab-sebab kemurtadan atau jenis-jenis kemurtadan. Dan mengetahui pembatal-pembatal Islam tersebut adalah perkara yang sangat penting bagi setiap Muslim dalam rangka menjauhinya dan berhati-hati darinya, karena apabila seorang Muslim tidak mengetahuinya dikhawatirkan dia akan terjatuh kepada sesuatu darinya dan ini termasuk perkara yang sangat berbahaya, karena hal tersebut adalah pembatal-pembatal Islam. Oleh karena itu mengetahui sebab-sebab kemurtadan dari Islam adalah perkara yang sangat penting sekali.
Murtad dari Islam maknanya mencabut kembali keislamannya, diambil dari fi’il madhinya irtadda (dia telah murtad) apabila dia mencabut kembali keislamannya.
Allah ta’ala berfirman:
"Dan janganlah kalian kembali (lari) ke belakang (karena takut kepada musuh) maka kalian menjadi orang-orang yang merugi." (QS. Al-Maidah [5] : 21)
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman:
"Dan barangsiapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat dan mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah [2] : 217)
Ini merupakan peringatan keras dari Allah kepada orang-orang yang beriman, (Dan barangsiapa yang murtad di antara kalian) wahai orang-orang yang beriman (dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran) dan tidak bertaubat sebelum kematiannya dan kembali kepada Islam, maka sungguh (sia-sia amalan mereka) yaitu batal amalan-amalan mereka (di dunia dan di akhirat, mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.)
Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syetan telah menjadikan mereka rendah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka." (QS. Muhammad [40] : 25)
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah [5] : 54)
(Dan barangsiapa yang murtad dari agamanya) yaitu mencabut kembali agamanya, dalam ayat ini terdapat peringatan yang keras dari kemurtadan dan ancaman atasnya.
Adapun (dalil-dalil) dari al Hadits:
Maka sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:
"Tidak halal darah seorang Muslim melainkan dengan salah satu dari tiga perkara: (1) orang yang telah menikah berzina, (2) jiwa dengan jiwa (qishosh), (3) orang yang meninggalkan agamanya –ini sisi pendalilannya- memisahkan diri dari al jama’ah." (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia." (HR. Al Bukhari)
Apabila yang murtad adalah satu kelompok yang memiliki kekuatan maka mereka diperangi, sebagaimana Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu memerangi orang-orang yang murtad, sehingga beliau menundukkan mereka kepada Islam dan terbunuhlah sebagian mereka di atas kemurtadannya dan bertaubatlah sebagian mereka. Maka dengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka, hal itu membenarkan firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela." (QS. Al-Maidah [5] : 54)
Para ulama berkata: "Ayat ini turun mengenai Abu Bakar dan para sahabatnya yang memerangi orang-orang murtad, karena dalam ayat ini Allah mengabarkan tentang perkara yang akan datang (barangsiapa yang murtad) ini tentang perkara yang akan datang (maka kelak Allah mendatangkan) Alah mendatangkan Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kemudian mereka memerangi orang-orang murtad.
Namun apabila yang murtad adalah satu individu, maka dia diambil dan dimintai taubatnya, jika dia bertaubat diterima taubatnya, jika enggan maka dia dihukum dibunuh. Orang ini berbeda dengan orang yang asalnya memang kafir, karena orang yang murtad mengetahui kebenaran dan dia masuk ke dalam agama Allah dengan pilihan dan ketundukannya, dia juga mengakui bahwa Islam adalah agama yang benar. Apabila dia murtad maka ini adalah sikap mempermainkan agama dari orang tersebut, karena dia mengetahui kebenaran dan masuk ke dalamnya, apabila dia murtad maka dia dihukum dibunuh dalam rangka menjaga akidah, dan ini merupakan penjagaan terhadap Adh Dhoruriyaatul Khomsi (perkara-perkara penting yang lima), yang pertama yaitu agama.
Maka agama ini tidak boleh ditinggalkan karena bermain-main, bagi orang yang masuk Islam kemudian murtad, bahkan dia dibunuh sebagai penjagaan terhadap akidah dari permainan. Ada di antara orang-orang yang murtad dibunuh tanpa dimintai taubatnya, hal itu disebabkan karena besarnya kemurtadannya, dia dibunuh tanpa dimintai taubat sebagai penjagaan terhadap agama yang merupakan perkara pertama dari lima perkara penting yang Islam datang untuk menjaganya.
Mempelajari pembatal-pembatal ini sangat penting, para ulama menyusun karya-karya yang berkenaan dengannya, dan mereka menjadikan (pembahasan tentang-ed) pembatal-pembatal ini pada tempat yang khusus (bagian tersendiri-ed) dalam kitab-kitab fiqh yaitu (hukum murtad). Di dalam setiap kitab dari kitab-kitab fiqh mereka membuat satu kitab yang mereka namakan Kitab Hukmil Murtad (kitab tentang hukum orang yang murtad) atau Bab Hukmil Murtad (bab tentang hukum orang yang murtad) baik dalam karya-karya yang panjang maupun yang ringkas.
Para ulama berkata: Orang yang murtad adalah orang yang kafir setelah keislamannya, bisa jadi karena keyakinan hatinya atau keraguannya dalam perkara agama atau karena perbuatan, seperti sujud untuk selain Allah, menyembelih untuk selain Allah atau nadzar untuk selain Allah. Barangsiapa melakukan (perbuatan-perbuatan) ini berarti dia telah murtad. Atau karena ucapan seperti berbicara dengan mencela Allah, mencela Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau mencela agama Islam.
"Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok, tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian." (QS. At-Taubah [9] : 65-66)
Maka murtad itu bisa terjadi karena ucapan, perbuatan, keyakinan atau karena ragu terhadap suatu perkara dari agama ini, seperti orang yang ragu tentang wajibnya sholat, wajibnya zakat atau ragu dalam masalah tauhid, maka dia dikafirkan. Yang dimaksud dengan ragu adalah berbolak-balik di antara 2 (dua) perkara.
Jenis-jenis murtad sangatlah banyak, dan Asy Syaikh rahimahullah menyebutkan dalam risalah ini yang paling penting dan paling besarnya, kalau tidak demikian maka pembatal-pembatal keislaman itu sangatlah banyak, kalian akan mendapatinya dalam kitab-kitab Fiqh bab Hukum Murtad. Asy Syaikh Abdullah bin Muhammad rahimahullah memiliki risalah yang berjudul al Kalimatun Nafi’ah fil Mukaffirotil Waqi’ah (kalimat-kaliamt yang bermanfaat tentang perkara-perkara yang dapat mengkafirkan yang terjadi pada realita) dan risalah ini tercetak dalam Ad Duror As Saniyah dan yang selainnya.
Saat ini, tatkala kebodohan telah tersebar dan keterasingan agama ini semakin kuat, sekelompok manusia yang menamakan diri mereka ulama memunculkan diri dan mengatakan:
"Jangan kalian mengkafirkan manusia, cukup bagi mereka nama Islam, cukup baginya untuk mengatakan, 'Saya seorang muslim', walaupun dia berbuat apa saja, walaupun dia menyembelih untuk selain Allah, walaupun dia mencela Allah dan Rasul-Nya, walaupun dia berbuat apa saja selama dia masih mengatakan, 'Saya muslim!' Maka jangan engkau kafirkan dia."
Atas dasar ini maka akan masuk ke dalam nama Islam kelompok-kelompok sesat seperti Al-Bathiniyah, Al-Qaramithah, Al-Quburiyun (para penyembah kubur), Ar Rafidhoh dan Al-Qodyaniyah, serta akan masuk ke dalam nama Islam seluruh kelompok yang mengaku Islam.
Mereka mengatakan:
"Janganlah kalian mengkafirkan seorangpun walaupun dia berbuat apa saja atau berkeyakinan apa saja, janganlah kalian memecah belah kaum Muslimin."
Subhanallah (Maha Suci Allah)! Kami tidak memecah belah kaum Muslimin, akan tetapi mereka itu bukanlah Muslimin, karena tatkala mereka melakukan pembatal-pembatal keislaman berarti mereka telah keluar dari Islam.
Kalimat "Janganlah kalian memecah belah kaum Muslimin" adalah kalimat haq (benar) tapi yang diinginkan dengannya adalah kebatilan, karena para shahabat radhiyallahu ‘anhum memerangi orang-orang Arab yang murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Para shahabat tidak ada yang mengatakan,
"Jangan kalian memecah belah kaum Muslimin",
Karena mereka bukan muslimin lagi selama mereka masih murtad. Dan perkara ini lebih berat daripada engkau menghukumi orang kafir sebagai muslim, dan akan datang kepada kalian penjelasan bahwa termasuk kemurtadan adalah barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir atau ragu tentang kekafirannya maka dia kafir seperti orang kafir tersebut.
Mereka mengatakan:
"Janganlah kalian mengkafirkan seorangpun walaupun dia berbuat apa saja selama orang tersebut masih mengucapkan 'Laa ilaaha illallah'. Silahkan kalian menghadapi orang-orang atheis dan tinggalkanlah orang-orang yang mengaku Islam."
Kita katakan kepada mereka:
"Orang-orang yang mengaku Islam itu lebih berbahaya dari Atheis, karena Atheis tidak mengaku Islam dan tidak menganggap apa yang mereka lakukan adalah Islam. Adapun orang-orang yang mengaku Islam, mereka telah mengelabui, mereka menyerukan bahwa kekafiran itu adalah Islam, mereka itu lebih berbahaya daripada atheis, maka kemurtadan itu lebih berbahaya dari atheis -kita berlindung kepada Allah-."
Maka wajib bagi kita mengetahui sikap yang benar terhadap perkara-perkara ini, kita membedakannya dan memperjelasnya, karena kita sekarang dalam kesamaran, di sana ada orang yang mengarang, menulis, mengkritik dan berpidato dan mengatakan: "Janganlah kalian mengkafirkan Muslimin".
Kita katakan: "Kami mengkafirkan orang-orang yang keluar dari Islam" adapun Muslim maka tidak boleh mengkafirkannya.
(10 Pembatal Keislaman, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, penerjemah: Al-Ustadz Abu Hamzah Abdul Majid, Penerbit Cahaya Ilmu Press, Yogyakarta)
No comments:
Post a Comment