oleh Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede adalah penulis buku Ummat Dikepung Maksiat, Politik Kotor dan Sesat
Pasca kerusuhan Cikeusik, Pandeglang, Banten, 6 Februari 2011, yang menewaskan tiga jemaat Ahmadiyah, ada sejumlah (banyak, bejibun) pembela aliran sesat Ahmadiyah berkomentar di berbagai media massa. Yang menarik, dari sekian banyak para pembela Ahmadiyah ini, ada satu keluarga anak-beranak yang terlihat konsisten dan setia menjadi pembela Ahmadiyah, meski aliran ini sudah pernah dinyatakan sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Bahtsul Matsail NU (Nahdlatul Ulama).
Anak-beranak yang setia membela aliran sesat Ahmadiyah ini adalah keluarga mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Selain Gus Dur dan istrinya (Shinta Nuriyah), ternyata-anak-anak mereka juga pembela Ahmadiyah. Sebagaimana bisa ditemukan pada berbagai media terbitan 4 Mei 2008, mendiang Gus Dur pernah ditanya sejumlah wartawan mengapa ia membela Ahmadiyah? Ketika itu Gus Dur mengatakan, “…karena mereka kaum minoritas yang perlu dilindungi dan saya tidak peduli mengenai ajarannya…” (lihat tulisan berjudul “Gus Dur Bela Ahmadiyah Berdalih karena Minoritas” di nahimunkar.com edisi May 8, 2008 1:10 am).
Begitu juga dengan istri Gus Dur, Shinta Nuriyah, pernah memberikan pembelaan terhadap Ahmadiyah. Pada satu kesempatan, ia pernah mengatakan, “…keyakinan penganut Ahmadiyah yang memposisikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, merupakan bagian dari kebebasan berkeyakinan dan berekspresi…” (lihat tulisan berjudul Bangsa Banyak Bicara (B3) di nahimunkar,com edisi October 3, 2010 9:35 pm). http://www.nahimunkar.com/bangsa-banyak-bicara-b3/#more-3448
Paham sejenis juga dianut putri kedua Gus Dur, Yeni Wahid, yang pernah mengatakan, “… saya juga tidak terlalu tahu akidah mereka (maksudnya ahmadiyah-red nahimunkar) seperti apa, tapi bahwa mereka berhak meyakini keyakinan mereka. Dan kita tidak bisa paksakan keyakinan kita pada mereka…” (detiknews edisi Jumat, 17/09/2010 03:54 WIB).
Sehari pasca kerusuhan di Cikeusik, putri tertua Gus Dur, Alissa Wahid, menyampaikan orasi keprihatinan di Tugu Yogya, pada hari Senin malam tanggal 7 Februari 2011. Alissa mengatakan, “…Kita orang Indonesia, seharusnya kita saling membantu, bukan saling membunuh. Kebangsaan kita saat ini sedang digoyah…”
Sebuah orasi yang terkesan indah, namun hampa, seperti popcorn (jagung goreng yang mengembang). Disebut demikian, karena bentrokan antara warga Cikeusik dengan jemaat Ahmadiyah, berkaitan dengan akidah. Bukan kebangsaan. Bila umat Islam yang sedang mempertahankan akidahnya disebut kebangsaannya sedang goyah, itu sama dengan asma (asal mangap), mengada-ada. Meski jemaat Ahmadiyah digolongkan sesat, mereka tetap diakui sebagai bangsa Indonesia, sebagai rakyat Indonesia.
Dalam hal “… saling membantu, bukan saling membunuh…” Alissa juga salah cara berfikirnya. Bagaimana mungkin umat Islam Indonesia, setidaknya yang berada di Cikeusik, mau saling bantu dengan jemaat Ahmadiyah yang justru punya tujuan merusak akidah umat Islam. Apalagi, jemaat Ahmadiyah justru merasa benar, dan berusaha meyakinkan sekitarnya untuk menerima ‘kebenaran’ yang mereka yakini.
Bila Alissa Wahid diajak manggung oleh Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai), Inayah Wahid sang adik, diajak manggung oleh Jaringan Aktivis Perempuan dan Aktivis HAM untuk Demokrasi, pada hari yang sama (Senin pagi tanggal 7 Februari 2011), di depan Istana Negara, Jakarta. Inayah antara lain mengatakan, “…Pemerintah Indonesia seharusnya kembali memaknai semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengandung nilai keberagaman, sehingga insiden penyerbuan terhadap warga Ahmadiyah beberapa waktu lalu tidak terjadi…”
Kakak-beradik ini rupanya sama-sama ora mudheng (tidak faham persoalan), bahwa kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah akarnya bukan ketidakmampuan menerima keragaman. Tetapi, karena Ahmadiyah mencederai akidah umat Islam. Ahmadiyah memaksakan pemahamannya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi sesudah kenabian Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Paham punya nabi sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. itu jelas bertentangan dengan Islam.
Bahkan, kelompok Ahmadiyah ini bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penganut paham sesat Ahmadiyah terbesar di dunia. Cita-cita itulah yang membuat mereka militan. Dalam kasus Cikeusik, jemaat Ahmadiyah yang hanya berjumlah 25 orang, tentu tidak akan diusik bila mereka tidak melakukan upaya-upaya menyebarkan paham sesat Ahmadiyah kepada lingkungan sekitarnya.
Yang jadi pertanyaan, mengapa jemaat Ahmadiyah yang sedikit itu punya keberanian menyebarkan paham sesatnya? Padahal, tindakan itu tidak dibenarkan dan bertentangan dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung, yang diterbitkan pada hari Senin tanggal 9 Juni 2008.
SKB No 3/2008, KEP-033/A/JA/6/2008, dan No 199/2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, selengapnya berisi:
- Memberi peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu.
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI sepanjang mengaku beragama Islam untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
- Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum kedua dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
- Memberi peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.
- Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum keempat dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
Masalahnya, bukan hanya jemaat Ahmadiyah yang membandel, tetapi pihak pemerintah juga tidak tegas. Seharusnya, sudah sejak kemarin-kemarin Ahmadiyah dibubarkan. Menteri Agama Suryadharma Ali usai mengikuti rapat gabungan pemerintah dan DPR tentang ormas di Gedung DPR, Senayan, hari Senin tanggal 30 Agustus 2010 lalu, pernah mengatakan: “Ahmadiyah itu seharusnya dibubarkan. Kalau tidak dibubarkan permasalahannya akan terus berkembang.”
Sehari kemudian, 31 Agustus 2010, usai mengikuti buka bersama Wakil Presiden Boediono dengan para ulama di Kediaman Dinas Wapres, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Suryadharma Ali kembali menegaskan: “Jadi sekali lagi, ini harus diselesaikan. Kalau dibiarkan ini me-maintenance masalah. Ini setiap hari, setiap minggu, potensi konflik terus ada gitu, lho. Kalau ini tidak diselesaikan, kita khawatir eskalasinya makin meningkat dan pada akhirnya keadaannya makin buruk.”
Dimanfaatkan untuk menutupi kasus yang lebih besar?
Faktanya, hingga enam bulan kemudian, posisi Ahmadiyah tetap menggantung. Padahal, umat Islam sudah seperti hilang kesabaran menanti realisasi dibubarkannya aliran dan paham sesat Ahmadiyah. Seperti ada politik pembiaran terhadap kasus ini, yang sewaktu-waktu akan dimanfaatkan untuk menutupi kasus yang lebih besar, misalnya kasus mafia pajak. Barangkali, itulah yang terjadi pada kasus Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada tanggal 6 Februari 2011 lalu.
Ketika perhatian sedang tercurah kepada kasus Cikeusik, tiba-tiba Buyung Nasution yang selama ini menjadi pengacara Gayus Tambunan, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pengacara Gayus sejak 7 Februari 2011. Keputusan itu disampaikan Buyung pada 8 Februari 2011, dalam sebuah jumpa pers di Menara Global, Jl Gatot Subroto, Jakarta.
Jangan lupa, selain nama Adnan Buyung Nasution tercantum dalam iklan AKKBB Mei-Juni 2008, ia juga pembela Ahmadiyah (lihat tulisan berjudul Adnan Buyung Bela Ahmadiyah Mewakili Siapa? di nahimunkar.com edisi May 9, 2008 5:19 am).http://www.nahimunkar.com/adnan-buyung-bela-ahmadiyah-mewakili-siapa/#more-59. Menurut Buyung, ia mundur karena Gayus sudah memakai jasa pengacara lain (Hotma Sitompoel), dan mengubah haluan soal mafia pajak dan mafia hukum.
Menurut Buyung, Gayus yang semula menyudutkan perusahaan Bakrie terkait pajak, kini berbalik arah. Bahkan Gayus berani mengatakan, nama Bakrie ia kait-kaitkan karena diarahkah oleh Denny Indrayana. Jika semula Gayus terkait dengan 149 perusahaan yang laporan pajaknya ia rekayasa, kini arahnya berbalik yaitu Gayus sama sekali tidak ada kaitannya dengan perusahaan-perusahaan tersebut.
Jangan juga dilupakan, bahwa Hotma Sitompoel selama ini adalah anak emas Buyung Nasution. Kedekatan mereka sudah terjalin sejak keduanya aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kalau saat ini terkesan keduanya seperti berseberangan, apakah punya makna tersembunyi?
Para pembela Ahmadiyah pasca kerusuhan Cikeusik, bagai sekawanan laron yang menyerbu cahaya usai hujan petang hari. Mereka antara lain Anick H. Tohari. Menurut Anick, negara gamang dalam menangani kasus Cikeusik ini secara tuntas. Anick juga berpendapat, negara tidak berhak membuat penafsiran suatu agama. Pendapat itu terkesan gagah, tapi ngawur. Karena, kesesatan Ahmadiyah bukanlah produk penafsiran negara, tetapi merujuk kepada akidah baku umat Islam yang dilandaskan pada Al-Qur’an yang kemudian diikuti oleh para ulama shalih.
Selain Anick, yang juga tercantum namanya dalam iklan AKKBB adalah Eva Kusuma Sundari dari PDIP. Menurut Eva, pemerintah telah gagal menjamin kebebasan warga negara dalam memeluk agama dan melaksanakan ibadah. Pendapat itu dikemukakan Eva terkait insiden penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Pendapat tersebut juga terkesan gagah dan humanis, namun ya ngawur juga. Karena, masalahnya bukan pada memeluk (memilih) agama dan melaksanakan ibadah, tetapi kepada adanya keyakinan (akidah) yang bertentangan dan dipaksakan untuk diterima sebagai kebenaran, padahal bathil. Menurut Akil Mochtar (hakim konstitusi), “Keyakinan itu tidak dilarang. Konstitusi mengaturnya secara tegas, memberikan jaminan atas kebebasan berkeyakinan. Namun, ketika keyakinan tersebut telah menyinggung keyakinan orang lain, maka itu harus dibatasi.”
Dalam hal ini, Ahmadiyah tidak mau dibatasi. Mereka maunya disamakan, dibebaskan dengan kebathilannya, dan dibebaskan merusak akidah umat Islam. Sikap bathil ini ternyata didukung oleh laron-laron AKKBB yang neo-sinkretis. Salah satu laron itu adalah Qasim Mathar, Guru Besar UIN Alauddin Makassar.
Qasim Mathar selaku jurubicara Forum Masyarakat Sulawesi Selatan (FMS) yang terdiri dari tokoh-tokoh lintas agama, akademisi dan aktivis organisasi non pemerintah, meminta pemerintah merevisi SKB 3 Menteri. Alasannya, SKB tersebut telah menjadi penyebab terjadinya sejumlah tindak kekerasan dan dijadikan dasar bertindak untuk menyerang kelompok Ahmadiyah.
Pandangan itu jelas mengada-ada dan tidak sesuai kenyataan. Karena, SKB itu justru bagai macan ompong yang tidak bisa menghentikan perusakan akidah yang sedang dijalankan Ahmadiyah. Kalau toh mau direvisi, SKB itu perlu diperkuat dan dipertegas, sehingga penyebaran paham sesat Ahmadiyah bisa berhenti, dan umat Islam tidak lagi direpotkan dengan ulah mereka. Barulah kita bisa berharap potensi konflik bisa diakhiri.
Sekedar mengingatkan, pada harian Media Indonesia edisi 26 Mei 2008 (hal. 13), pernah terpampang ratusan nama pendukung AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), sebagai berikut:
- A. Mubarik Ahmad
- A. RAHMAN TOLLENG
- A. Sarjono
- A. Suti Rahayu
- A. SYAFII MAARIF
- AA GN Ari Dwipayana
- Aan Anshori
- Abdul Moqsith Ghazali
- Abdul Munir Mulkhan
- Abdul Qodir Agil
- Abdur Rozaki
- Acep Zamzam Nur
- Achmad Chodjim
- Achmad Munjid
- Ade Armando
- Ade Rostina Sitompul
- Adi Wicaksono
- ADNAN BUYUNG NASUTION
- Agnes Karyati
- Agus Hamonangan
- Agustinus
- Ahmad Baso
- Ahmad Fuad Fanani
- Ahmad Nurcholish
- Ahmad Sahal
- Ahmad Suaedi
- Ahmad Taufik
- Ahmad Tohari
- Akmal Nasery Basral
- Alamsyah M. Dja’far
- Albait Simbolon
- Albertus Patty
- Amanda Suharnoko
- AMIEN RAIS
- Ana Lucia
- Ana Situngkir
- Anak Agung Aryawan
- ANAND KRISHNA
- Andar Nubowo
- Andreas Harsono
- Andreas Selpa
- Anick H. Tohari
- Antonius Nanang E.P.
- Ari A. Perdana
- Arianto Patunru
- ARIEF BUDIMAN
- Arif Zulkifli
- Asep Mr.
- Asfinawati
- Asman Aziz
- ASMARA NABABAN
- Atika Makarim
- Atnike Nova Sigiro
- Ayu Utami
- AZYUMARDI AZRA
- Bachtiar Effendy
- Benny Susetyo, SJ
- Bivitri Susanti
- Bonnie Tryana
- BR. Indra Udayana
- Budi Purwanto
- Butet Kertaredjasa
- CHRISTIANTO WIBISONO
- Christina Sudadi
- Cosmas Heronimus
- Daddy H. Gunawan
- Daniel Dhakidae
- Daniel Hutagalung
- Djaposman S
- DJOHAN EFFENDI
- Doni Gahral Adian
- Donny Danardono
- Eep Saefulloh Fatah
- Eka Budianta
- Eko Abadi Prananto
- Elga J. Sarapung
- Elizabeth Repelita
- Elza Taher
- Endo Suanda
- Erik Prasetya
- EVA SUNDARI
- F. Wartoyo
- Fadjroel Rahman
- Fajrime A. Goffar
- Farid Ari Fandi
- Fenta Peturun
- FIKRI JUFRI
- Franky Tampubolon
- Gabriella Dian Widya
- Gadis Arivia
- Garin Nugroho
- Geovanni C.
- Ging Ginanjar
- GOENAWAN MOHAMAD
- Gomar Gultom
- Gus TF Sakai
- Gustaf Dupe
- GUSTI RATU HEMAS
- Hadi Nitihardjo
- Hamid Basyaib
- Hamim Enha
- Hamim Ilyas
- Hamka Haq
- Haryo Sasongko
- Hasif Amini
- Hendardi
- Hendrik Bolitobi
- Herman S. Endro
- Heru Hendratmoko
- HS DILLON
- I Gede Natih
- ICHLASUL AMAL
- Ifdal Kasim
- Ihsan Ali-Fauzi
- Ika Ardina
- Ikravany Hilman
- Imam Muhtarom
- Ilma Sovri Yanti
- Imadun Rahmad
- Indra J. Piliang
- Isfahani
- J. Eddy Juwono
- Jacky Manuputty
- Jaduk Feriyanto
- Jajang Pamuntjak
- Jajat Burhanudin
- Jaman Manik
- Jeffri Geovanie
- Jeirry Sumampow
- JN. Hariyanto, SJ
- Johnson Panjaitan
- JORGA IBRAHIM
- Josef Christofel Nalenan
- Joseph Santoso
- Judo Puwowidagdo
- JULIA SURYAKUSUMA
- Jumarsih
- Kadek Krishna Adidarma
- Kartini
- Kartono Mohamad
- Kautsar Azhari Noer
- KEMALA CHANDRA KIRANA
- KH. ABDUD TAWWAB
- KH. ABDUL A’LA
- KH. ABDUL MUHAIMIN
- KH. ABDURRAHMAN WAHID
- KH. HUSEIN MUHAMMAD
- KH. IMAM GHAZALI SAID
- KH. M. IMANUL HAQ FAQIH
- KH. MUSTOFA BISRI
- KH. NURIL ARIFIN
- KH. NURUDIN AMIN
- KH. RAFE’I ALI
- KH. SYARIF USMAN YAHYA
- Kristanto Hartadi
- L. Ani Widianingtias
- Laksmi Pamuntjak
- Lasmaida S.P.
- Leo Hermanto
- LIES MARCOES-NATSIR
- Lily Zakiyah Munir
- LIN CHE WEI
- Lisabona Rahman
- Luthfie Assyaukanie
- M. Chatib Bisri
- M. DAWAM RAHARDJO
- M. Guntur Romli
- M. Subhan Zamzami
- M. Subhi Azhari
- M. Syafi’i Anwar
- Marco Kusumawijaya
- Maria Astridina
- Maria Ulfah Anshor
- Mariana Amirudin
- MARSILAM SIMANJUNTAK
- Martin L. Sinaga
- Martinus Tua Situngkir
- Marzuki Rais
- Masykurudin Hafidz
- MF. Nurhuda Y
- Mira Lesmana
- MOCHTAR PABOTTINGI
- MOESLIM ABDURRAHMAN
- Moh. Monib
- Mohammad Imam Aziz
- Mohtar Mas’oed
- Monica Tanuhandaru
- Muhammad Kodim
- Muhammad Mawhiburrahman
- Mulyadi Wahyono
- MUSDAH MULIA
- Nathanael Gratias
- Neng Dara Affiah
- Nia Sjarifuddin
- Nirwan Dewanto
- Noldy Manueke
- Nong Darol Mahmada
- NONO ANWAR MAKARIM
- Noorhalis Majid
- Novriantoni
- Nugroho Dewanto
- Nukila Amal
- Nur Iman Subono
- Pangeran Djatikusumah
- Panji Wibowo
- Patra M. Zein
- Permadi
- Pius M. Sumaktoyo
- Putu Wijaya
- Qasim Mathar
- R. Muhammad Mihradi
- R. Purba
- Rachland Nashidik
- Rafendi Djamil
- Raharja Waluya Jati
- Raja Juli Antoni
- Rasdin Marbun
- RATNA SARUMPAET
- Rayya Makarim
- Richard Oh
- Rieke Dyah Pitaloka
- RIZAL MALARANGENG
- Robby Kurniawan
- Robertus Robett
- Rocky Gerung
- Rosensi
- Roslin Marbun
- Rumadi
- Saiful Mujani
- Saleh Hasan Syueb
- Sandra Hamid
- Santi Nuri Dharmawan
- Santoso
- Saor Siagian
- Sapardi Djoko Damono
- Sapariah Saturi Harsono
- SAPARINAH SADLI
- Saras Dewi
- Save Degun
- SHINTA NURIYAH WAHID
- Sijo Sudarsono
- Sitok Srengenge
- Slamet Gundoro
- Sondang
- Sri Malela Mahargasari
- St. Sunardi
- Stanley Adi Prasetyo
- Stanley R. Rambitan
- Sudarto
- Suryadi Radjab
- SUSANTO PUDJOMARTONO
- Syafiq Hasyim
- Syamsurizal Panggabean
- Sylvana Ranti-Apituley
- Sylvia Tiwon
- Tan Lioe Ie
- Tatik Krisnawaty
- TAUFIK ABDULLAH
- Taufik Adnan Amal
- TGH Imran Anwar
- TGH Subki Sasaki
- Tjiu Hwa Jioe
- Tjutje Mansuela H.
- TODUNG MULYA LUBIS
- Tommy Singh
- Toriq Hadad
- Tri Agus S. Siswowiharjo
- Trisno S. Sutanto
- Uli Parulian Sihombing
- ULIL ABSHAR-ABDALLA
- Usman Hamid
- Utomo Dananjaya
- Victor Siagian
- Vincentius Tony V.V.Z
- Wahyu Andre Maryono
- Wahyu Effendi
- Wahyu Kurnia I
- Wardah Hafiz
- Wiwin Siti Aminah Rohmawati
- WS RENDRA
- Wuri Handayani
- Yanti Muchtar
- Yayah Nurmaliah
- Yenni Rosa Damayanti
- YENNY ZANNUBA WAHID
- Yohanes Sulaiman
- Yosef Adventus Febri P.
- Yosef Krismantoyo
- Yudi Latif
- Yuyun Rindiastuti
- Zacky Khairul Umam
- Zaim Rofiqi
- Zen Hae
- Zainun Kamal
- Zakky Mubarok
- Zuhairi Misrawi
- Zulkifli Lubis
- Zuly Qodir
Membela Aliran Sesat dan Memprovokasi
Masih banyak laron-laron AKKBB yang berkomentar di berbagai media cetak dan elektronik. Posisi mereka sangat jelas, yaitu memprovokasi rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, untuk terus memelihara konflik horizontal dengan Ahmadiyah. Provokasi yang mereka lakukan memang licik, yaitu dengan memposisikan Ahmadiyah sebagai pihak yang benar dan teraniaya, padahal penyebaran paham sesat Ahmadiyah bertentangan dengan SKB dan akidah umat Islam. Sementara itu, pihak lain mereka posisikan sebagai pelaku kekerasan, anarkis dan mau memang sendiri.
Akibatnya, pihak Ahmadiyah semakin percaya diri dan arogan dengan kebathilannya, sehingga semakin berani melawan umat Islam. Sementara itu, umat Islam kian merasa terdzalimi. Perasaan terdzalimi ini tentu membangun potensi balas dendam. Kalau potensi ini kemudian diprovokasi oleh kekuatan dari luar, konflik horizontal alias anarkisme tinggal menunggu waktu.
Apalagi, bila kerusuhan itu memang dirancang sebagaimana kecurigaan sementara orang terkait beredarnya video aksi kekerasan massa di Cikeusik yang diunggah Andreas Harsono di Youtube. Namun siapa sesunguhnya yang merekam kejadian itu? Yang jelas, pelaku perekaman berada di posisi Ahmadiyah, dan ia begitu leluasa bergerak di tengah-tengah konflik yang menewaskan tiga nyawa jemaat Ahmadiyah itu.
Susahnya Menelusuri Pengupload Video Tragedi Ahmadiyah di Youtube
Anwar Khumaini – detikNews
Kamis, 10/02/2011 07:05 WIB
Jakarta - Tak lama setelah terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh massa terhadap warga Ahmadiyah Cikeusik, Pandeglang, Banten, muncul video tentang aksi kekerasan massa tersebut di Youtube. Video itu pun banyak diunduh. Namun tak lama kemudian, video itu pun diblokir.
Sebenarnya, siapakah orang yang mengupload video berdurasi 1.06 menit tersebut? Menurut kabar, sang pengupload bernama Andreas Harsono. Namun saat dikonfirmasi detikcom, Andreas menolak untuk menjawab. Menurutnya, ada timnya yang bertugas khusus untuk menjawab pertanyaan ini.
"Ada tim saya bernama Elin yang akan menjawabnya," kata Andreas singkat kepada detikcom via telepon, Rabu (9/2/2011) malam.
Anderas kemudian meminta detikcom untuk meneleponnya kembali 2 menit kemudian. Namun saat ditelepon kembali, Andreas tidak mengangkat teleponnya. Baru setelah di-SMS, Andreas membalasnya.
Dalam balasannya tersebut, Andreas kemudian memberikan nomor Elin yang dia maksud. Namun ternyata nama lengkap orang yang dimaksud adalah Elaine Pearson, yang saat ini berada di Perth, Australia. Selain meminta menghubungi Elaine, Andreas juga meminta agar detikcom menghubungi Brad Adams yang saat ini berada di London.
"Elaine saat ini mungkin sudah tidur, tapi coba SMS nanti dia akan menelepon," kata Andreas.
Namun hingga saat ini detikcom belum berhasil menghubungi kedua nomor tersebut.
Dari video yang ditonton detikcom, Senin (7/2/2011) lalu, tampak beberapa orang dari massa yang beringas itu menimpuki dua pemuda yang sudah tidak berdaya itu dengan batu, bambu, dan kayu. Tampak seorang pemuda berjaket biru memukul dengan bambu tanpa henti. Sementara pemuda lainnya ikut memukul bertubi-tubi.
Salah satu pemuda yang nyaris telanjang tampak sudah tidak bergerak. Kemungkinan, pemuda yang hanya memakai celana dalam itu sudah tewas. Tubuhnya penuh dengan luka dan berdarah-darah. Sementara satu pemuda lainnya yang menjadi amukan massa tampak terus dipukuli. Pemuda itu tampak tidur tengkurap dan tidak bergerak.
Sementara itu, kerumunan massa yang mengitari dua pemuda yang kondisinya sangat mengenaskan itu terus meneriakkan takbir. Bahkan beberapa di antara mereka tampak asyik merekam kejadian itu melalui ponselnya. (anw/nvc)
(http://www.detiknews.com/read/2011/02/10/070526/1568194/10/susahnya-menelusuri-pengupload-video-tragedi-ahmadiyah-di-youtube)
Sikap Menteri Agama Berobah
Kecurigaan sebagian masyarakat terhadap adanya rekayasa dalam kasus Cikeusik ini semakin menajam ketika merasakan adanya perobahan sikap dari Menteri Agama. Enam bulan lalu, Menteri Agama Suryadhama Ali melalui pernyataannya di berbagai media terkesan begitu fokus dan antusias bahwa aliran dan paham sesat Ahmadiyah akan dibubarkan setelah Lebaran (Idul Fitri 1431 H). Namun kini, pasca kasus Cikeusik, tidak fokus dan tidak antusias lagi. Siapa menekan Menteri Agama?
Dalam rapat bersama antara anggota DPR RI dengan Menteri Agama dan Kapolri, 09 Februari 2011, Suryadharma menawarkan 4 alternatif. Pertama, Ahmadiyah membuat sekte sendiri di luar Islam. Kedua, Ahmadiyah menjadi Islam yang benar. Ketiga, Ahmadiyah dibubarkan. Keempat, Ahmadiyah dibiarkan.
Suryadharma sendiri nampaknya lebih condong kepada alternatif kedua. Karena, menurutnya, jamaah Ahmadiyah memiliki semangat ber-Islam yang kuat, namun mendapatkan dakwah yang salah. Oleh karena itu, menurut Menag, dengan dialog mereka dapat dikembalikan ke jalan yang benar.
Ada apa dengan Menteri Agama Suryadharma Ali? Rasanya tidak mungkin beliau takut hanya kepada segerombolan laron.
Ancaman siksa neraka sangat dahsyat
Perkataan ngawur dari para pembela Ahmadiyah (pengikut nabi palsu) yang telah meragukan dan bahkan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an itu sangat membahayakan bagi diri orang yang mengatakannya, bahkan bisa membahayakan bagi orang lain yang terpengaruh dengannya. Maka wajar kalau sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam masuk neraka atas orang yang hanya gara-gara ia mengucapkan satu perkataan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kalimah (satu kata) yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam Neraka yang jarak dalamnya antara timur dan barat. (Hadits ruiwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Sesungguhnya bisa jadi seseorang mengucapkan suatu perkataan yang disangkanya tidak apa-apa, tapi dengannya justru tergelincir dalam api neraka selama tujuh puluh musim." (HR At-Tirmidzi, ia katakan ini hadits hasan gharib dari arah ini, dan Ahmad - 6917).
Mengenai pembela nabi palsu (terkena juga bagi orang yang membela pengikut nabi palsu, seperti membela Ahmadiyah hakekatnya membela nabi palsu pula), dalam Musnad Al-Humaidi diriwayatkan:
Dari Imran bin Dhabyan dari seorang dari Bani Hanifah (suku yang ada nabi palsunya, Musailimah Al-Kadzdzab) bahwa ia mendengarnya, dia berkata, Abu Hurairah berkata kepadaku: Kenalkah kamu (seorang bernama) Rajjal? Aku jawab: ya. Dia (Abu Hurairah) berkata: Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Gigi gerahamnya (Ar-Rajjal) di dalam neraka lebih besar daripada Gunung Uhud”. Dia dulunya masuk Islam kemudian murtad dan bergabung dengan Musailimah (Nabi palsu). (Musnad Al-Humaidi).
Para pembela nabi palsu diancam siksa neraka sangat dahsyat. Termasuk para pembela Ahmadiyah pada hakekatnya adalah pembela nabi palsu, karena Ahmadiyah adalah pengikut nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad.
Saef bin Umar meriwayatkan dari Thulaihah dari Ikrimah dari Abu Hurairah dia berkata, “Suatu hari aku duduk di sisi Rasulullah bersama sekelompok orang, di tengah kami hadir Ar-Rajjal bin Anfawah. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya di antara kalian ada seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari Gunung Uhud.”
Kemudian aku (Abu Hurairah) perhatikan bahwa seluruh yang dulu hadir telah wafat, dan yang tinggal hanya aku dan Ar-Rajjal. Aku sangat takut menjadi orang yang disebutkan oleh Nabi tersebut hingga akhirnya Ar-Rajjal keluar mengikuti Musailimah dan membenarkan kenabiannya. Sesungguhnya fitnah Ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah yang ditimbulkan oleh Musailimah.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Is-haq dari gurunya, dari Abu Hurairah ra. (Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan-Nihayah, dalam bahasan nabi palsu Musailimah Al-Kadzdzab, atau lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, 2007, bab Nabi Palsu Musailimah Al-Kadzdzab).
Dengan adanya ancaman dahsyat itu, kekhawatiran akan hilangnya keimanan akibat membela Ahmadiyah pun ada. Contohnya adalah artikel berjudul ParaPembela Kafirin Ahmadiyah, Perlukah Mayatnya Disholati? (lihat nahimunkar.com, June 4, 20089:23 pm, http://www.nahimunkar.com/para-pembela-kafirin-ahmadiyah/#more-77)
Demikianlah ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang yang perkataannya dianggap tidak mengapa (padahal sangat merusak agama) maka mengakibatkan dicemplungkan ke neraka yang jarak dalamnya saja 70 tahun (perjalanan). Sedang yang membela nabi palsu maka gigi gerahamnya di neraka lebih besar dibanding Gunung Uhud. Betapa ngerinya. Namun kini betapa beraninya mereka berkata-kata dengan sangat ngawurnya, hanya untuk membela pengikut nabi palsu.
sumber: http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/para-pembela-ahmadiyah-bejibun-dan-ngawur-ancaman-dahsyat-neraka-tersedia.htm