Tidak. Kamu Kafir!
Oleh Anung Umar
“Tidaklah aku melihat para qari kita ini melainkan orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta pembicaraannya, dan paling pengecut di antara kita dalam peperangan,” demikian pria itu bertutur kepada teman-temannya. Tiba-tiba ada yang menimpalinya dengan penuh kemarahan, “Dusta! Engkau ini seorang munafik! Akan aku beritahukan ini kepada Rasulullah.”
Siapa mereka berdua? Apa yang mereka ributkan? Keduanya merupakan bagian dari rombongan yang berjihad bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam perang Tabuk. Lantas siapa yang diejek oleh pria yang pertama? Ia mengejek para sahabat Nabi yang ahli baca Al-Quran.
Karena itulah pria yang kedua menjadi berang lalu mengancam akan melaporkan ucapannya itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Lantas, apakah ia melaporkannya? Akhirnya ia melaporkannya. Namun, belum sampai ia di hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, wahyu telah turun mendahuluinya.
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9] : 65-66)
Akhirnya datanglah pria pertama tadi kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedangkan beliau صلى الله عليه وسلم sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Ia berkata sembari berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu, “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda dengan mengucapkan ayat, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?” Beliau tidak menengoknya, dan tidak pula berkata kepadanya lebih dari itu. (Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa memperolok-olok apa pun yang datang dari agama adalah kekufuran dan kemurtadan, mengeluarkan pelakunya dari islam. Dan itu adalah perkara yang sangat besar dan tidak ringan tentunya.
Jika orang yang telah merasakan keutamaan berjuang bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan mencecap shalat di belakang beliau saja, menjadi murtad karena ucapan yang keluar dari lisannya, lantas bagaimana pula orang yang tidak pernah merasakan keutamaan itu?
Lalu bagaimana dengan orang yang shalat pun sering bolong-bolong dan kerap bergelimangan maksiat? Apa jadinya jika kondisi amalnya yang sudah rusak, ditambah pula dengan memperolok-olok agama?
Jika mengolok-olok agama yang tentunya itu bergurau, bukan serius saja menyebabkan kemurtadan, lantas bagaimana pula jika dilakukan dalam keadaan serius dan sungguh-sungguh?
Kalau begitu, siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu buatan orang Arab!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu kitab porno!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bercanda, “Saya sudah tobat dari agama!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bersenda gurau, “Jangan puasa, puasa Ramadhan itu perintah manusia!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berkelakar, “Setan itu lebih baik dibandingkan Nabi Adam!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berseloroh, “Allah keliru telah menyebutkan poligami dalam Al-Quran!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bertingkah, “Saya tidak takut neraka! Saya tidak butuh surga!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapapun dan dengan alasan apapun jika berani memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan para rasul-Nya atau apa saja perkara dalam agama-Nya, entah dengan lisan atau perbuatan, bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9] : 66)
Demikianlah balasan bagi setiap orang yang melecehkan-Nya dan menghinakan syiar-syiar-Nya. Allah akan menghukum mereka atas ucapan yang meluncur dari lisan mereka. Ucapan yang sebenarnya merupakan perwujudan dari apa yang ada di batin mereka. Ya, kekufuran lahir mereka menunjukkan akan kekufuran batin mereka. Sebab, seandainya dalam hati mereka ada pengagungan terhadap-Nya, tentu tak mungkin mereka berani untuk memperolok-olok dan melecehkan agama serta syiar-syiar-Nya.
“Dan siapa yang mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj [22] : 32)
Maka, wahai para pencela Allah, segeralah bertaubat kepada Allah dengan setulus hati kalian. Hentikanlah kekufuran kalian. Menangislah dengan penuh penyesalan atas apa yang telah kalian perbuat. Bertekadlah dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi lagi. Niscaya Allah mengampuni kalian dan merahmati kalian.
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sungguh, akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu."(QS. Al-Anfal [8] : 38)
Tapi, jika kalian kukuh bersikeras berada dalam penentangan ini, mari... marilah kemari. Ini kabar gembira untuk kalian:
1. Seorang murtad tidak boleh menikah dengan seorang muslim, dan apabila telah menikah, maka batallah pernikahannya.
“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Dan janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 221)
2. Seorang murtad tidak bisa mendapatkan warisan dari kerabatnya yang muslim.
“Seorang Muslim tidak berhak mewarisi harta orang kafir dan seorang kafir tidak berhak pula mewarisi harta seorang muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid رضي الله عنهما )
3. Seorang murtad tidak terjaga darahnya.
“Siapa yang mengganti agamanya (murtad), bunuhlah ia.” (HR. Bukhari)
4. Seorang murtad jika mati tidak boleh dishalati dan dikuburkan di pekuburan muslimin.
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyolati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik." (QS. At-Taubah [9] : 84)
5. Seorang murtad akan disiksa di neraka kekal selama-lamanya
“Siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 217)
Siapkah kalian menghadapi konsekuensi ini?
Jakarta, 1 Syawwal 1432/31 Agustus 2011
sumber: anungumar.wordpress.com
No comments:
Post a Comment