Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNPEKANBARU.COM, TOKYO - Peneliti Jepang Masako Kuranishi dari Universitas Tsurumi dan Universitas Seigakuin Jepang, Masako Kuranishi, mengingatkan Indonesia agar sangat hati-hati terhadap gerakan China di Asia terutama di Indonesia.
Jangan sampai salah langkah Indonesia kalau tak mau negeri Nusantara ini berantakan nantinya gara-gara China.
"China punya rencana atau konsep besar sejak Oktober 2013 terhadap Asia, yaitu Maritime Silk Road atau sering dijuluki One Belt One Road, yang dilemparkan ide ini oleh Xi Jinping. Secara kasar bisa dikatakan munculnya hegemoni China terhadap negara-negara di Asia," ujarnya.
Di Indonesia, menurutnya dimulai dari penguasaan Shinkansen.
"Bukan hanya soal Shinkansen, tetapi daerah yang dilewati dan sekitarnya akan dan harus dikuasai pihak China walaupun perusahaan patungan 60% Indonesia dan 40% China. Tapi China yakin Indonesia akan kesusahan bayar sehingga penguasaan mayoritas perusahaan nanti akan dilakukan China. Demikian pula tenaga kerja yang dikerahkan semua akan diturunkan dari China. Tenaga kerja Indonesia hanya sedikit dan yang tak penting yang terlibat dalam proyek kereta api cepat itu itu," katanya.
Mengapa demikian? Kalau China sudah menguasai jalur Shinkansen dan sekitarnya akan mudah bagi mereka untuk semakin merealisasi konsep One Belt One Road tersebut yang akan berlanjut ke negera Asia lainnya.
Sementara Indonesia akan kacau karena "kekuasaan" uang
Chinadi jalur tersebut, akan membuat resah masyarakat sekitar yang mungkin dipaksa mengungsi dengan dalih demi keamanan jalur cepat kereta api.
Masyarakat akan mengeluh dan jadi sasaran juga adalah keturunan
China di Indonesia dan kembali huru hara besar Anti
China akan muncul lagi di Indonesia. Masalah SARA (Suku Agama Ras Antar Golongan) akan kembali meruncing di Indonesia.
Itu baru satu hal, tambahnya. Hal lain adalah pinjaman dari AIIB dan atau langsung dari Bank Perkembangan
China (CDB) miliaran dolar AS yang membuat Kuranishi bingung.
"Kok Indonesia mau menerima pinjaman besar sekali dari
Chinadengan bunga besar sampai 2% setahun ya? Padahal
Jepang bisa memberikan pinjaman 0,1% per tahun. Benar-benar tidak mengerti," katanya.
Artinya apa? Menurutnya,
China sengaja membuat berbagai kemanisan saat ini kepada Indonesia, karena setelah pinjam,
Chinasadar Indonesia mungkin akan mengalami kesulitan pengembalian uang hutang sehingga jadi terikat semakin kuat kepada
China.
"Dari sanalah
China akan semakin menguasai Indonesia," ujarnya.
Satu hal lagi yang menarik adalah upaya
China mendekati Indonesia saat ini karena sangat butuh dukungan Indonesia akan kasus Laut
China Selatan, pulau-pulau buatan
China yang mendapat banyak protes dari banyak negara di Asia, termasuk Amerika Serikat dan
Jepang.
"Dengan kemanisan yang diberikan kepada Indonesia diharapkan Indonesia dapat membantu
China menghadapi gelombang protes masyarakat Internasional terhadap pembuatan pulau buatan
Chinatersebut yang praktis nantinya akan sangat menyulitkan masyarakat Internasional," katanya.
Jalur pulau buatan
China tersebut saat ini masih banyak dilewati jalur kapal tanker dan perdagangan internasional karena memang kawasan internasional.
China punya rencana kalau sudah terbentuk kawasan Laut
ChinaSelaan dikuasainya, maka tertutup jalur tersebut, tidak lagi menjadi kawasan internasional dan semua yang lewat harus dapat ijin dari
China.
"Itulah beberapa hal di balik layar mengapa
China sangat manis terhadap Indonesia belakangan ini. Namun yang rugi adalah Indonesia apabila tidak hati-hati dengan
China, terutama besar kemungkinan munculnya kerusuhan Anti
China di Indonesia yang menghantam orang Indonesia sendiri khususnya keturunan
China," katanya.
Pinjaman Rp 3 Miliar
Sebelumnya, seperti dimuat kontan.co.id, tiga bank milik negara yakni
Bank Mandiri,
BNI dan
BRI menandatangani kesepakatan pinjaman senilai total 3 miliar dollar AS dengan Bank Pembangunan
China (China Development Bank/CDB), guna membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Penandatanganan kesepakatan pinjaman dilakukan Direktur Utama
Bank Mandiri Budi G Sadikin, Direktur Utama
BRI Asmawi Syam dan Direktur Utama
BNI Ahmad Baiquni dengan Presiden Eksekutif Zeng Zhijie, disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno dan Kepala Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform/NDRC) Xu Shaoshi di Beijing, Rabu (16/9/2015) malam.
Dari total pinjaman tersebut, masing-masing bank yaitu
Bank Mandiri,
BRI dan
BNI, menerima pinjaman sebesar satu miliar dollar AS dengan jangka waktu 10 tahun. Selain itu 30 % dari dana pinjaman tersebut akan diterima dalam mata uang Renminbi (RMB).
Direktur Utama
Bank Mandiri Budi Sadikin, kepada Antara mengatakan pinjaman tersebut selaras dengan program pemerintah yang akan memfokuskan sektor infrastruktur.
"Kami berharap langkah ini dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang jauh lebih baik di masa datang. Kami bertiga,
Bank Mandiri,
BNI dan
BRI, akan sindikasi untuk proyek infrastruktur dengan pinjaman ini," katanya.
Hingga Juni 2015,
Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan ke sektor infrastruktur sebesar Rp38,2 triliun. Pembiayaan itu digunakan untuk pembangunan dan pengembangan proyek-proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, pelabuhan, dan lainnya.
Sementara itu, Direktur Utama
BRI Asmawi Syam mengemukakan, pinjaman dari CDB akan digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur baru yang menjadi prioritas pemerintah seperti kereta Light Rail Transit (LRT), pelabuhan hingga jalan tol.
"Selain infrastruktur, kita juga akan gunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bisa meng-'create' kredit ekspor mengingat dana ini kan berbentuk valas," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Bank
BNI Achmad Baiquni menuturkan, pinjaman dari CDB akan memperbaiki komposisi pendanaan valas dengan memperpanjang "maturity profile", sekaligus meningkatkan kapasitas
BNI dalam membiayai proyek-proyek jangka panjang dengan skema "match term funding".
"Pinjaman ini akan menjadi dana siaga untuk membiayai pengembangan infrastruktur di Indonesia," kata Baiquni.
Pembiayaan infrastruktur yang telah disalurkan
BNI hingga akhir Semester I 2015 mencapai Rp 62,3 triliun ke beberapa sektor, antara lain telekomunikasi, konstruksi (jalan tol, pelabuhan, bandar udara), dan kelistrikan.
Tak "Gadaikan Negara"
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Gatot Trihargo menyampaikan, tidak ada jaminan apapun dari pemerintah Indonesia atas utang 3 miliar dollar AS yang diberikan
China Development Bank (CDB).
Gatot juga meluruskan, isyu yang berhembus bahwa pinjaman ini adalah salah satu skenario privatisasi tiga bank BUMN, yakni Mandiri,
BRI, dan
BNI. “Tidak ada jaminan sama sekali dan tidak ada yang digadaikan. Kami komitmen tidak ada yang kita gadaikan dari negeri ini,” kata Gatot dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR-RI, Jakarta, seperti dimuat Kompas.com, Selasa (29/9/2015).
Gatot menjelaskan, utang dari CDB ini merupakan pinjaman jangka panjang yang akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur dengan tenor 10 tahun. CDB menjadi salah satu solusi, di tengah kondisi dunia saat ini.
“Kondisi di dunia saat ini, tidak mungkin kita dapat pinjaman sebesar ini dari negara mana pun,” ucap Gatot.
Seharusnya, kata Gatot, Indonesia perlu mensyukuri ada negara yang mau memberikan pinjaman sebesar itu. “Ini harus dipandang sebagai kepercayaan dunia pada Indonesia di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini,” kata Gatot.
Selain untuk menambal kebutuhan pembiayaan infrastruktur, Gatot juga mengatakan, masuknya dana 3 miliar dollar AS dari CDB bisa sedikit menambah cadangan devisa Indonesia yang saat ini hanya 103 miliar dollar AS.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama
BRI Asmawi Syam mengatakan, pinjaman dari CDB murni business to business (B2B), tanpa syarat yang mengikat. Masing-masing bank BUMN mendapat utang 1 miliar dollar AS, 70 persen dalam bentuk dollar AS (USD), dan 30 persen dalam bentuk renminbi (RMB).
Untuk
BRI, penambahan modal ini akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur, dan peningkatan nilai tambah produk primer. “Pinjaman CDB ini tanpa jaminan, tidak ada aset dan tidak ada saham yang kita jaminkan. Tidak ada yang mengikat, selain list dari project,” kata Asmawi.