Semoga Allah memuliakan Bapak Kapolda Iza Fadri Dunia & Ahirat

Anggota Polda Sumsel Diimbau Salat Tepat Waktu Berjamaah di Masjid



Anggota Polda Sumsel Diimbau Salat Tepat Waktu Berjamaah di Masjid


Andri Haryanto - detikNewsJakarta - Ada aturan yang tidak biasa di lingkungan Polri, khususnya di lingkungan Polda Sumatera Selatan. Kapolda Irjen Iza Fadri selaku empunya komando mengeluarkan imbauan kepada jajarannya da juga pegawai negeri sipil di lingkungan Polda agar meninggalkan aktivitasnya saat azan dzuhur dan ashar berkumandang, lalu melaksanakan salat berjamaah.

Lantas, apa yang melatari terbitnya imbauan itu? Jenderal polisi bintang dua penyandang gelar profesor ini menjawab singkat dan sederhana.

"Kebetulan di Polda kita masjidnya dekat," kata pria kelahiran Sumatera Barat ini saat berbincang dengan detikcom, Rabu (21/10/2015) malam.

Imbauan itu lahir setelah dia dan beberapa anak buahnya melakukan diskusi bagaimana caranya jalinan silaturahmi tiap anggota sekaligus menghidupkan denyut masjid.

"Sekaligus meningkatkan disiplin waktu seperti yang diajarkan Islam dan kualitas hidup beragama," kata Iza.

Imbauan salat berjamaah ini khusus untuk waktu zuhur dan ashar. Karena jam-jam tersebut masih termasuk jam kerja di lingkungan Polda Sumsel. Tidak ada sanksi bagi mereka yang memilih tetap bekerja atau memilih salat di ruangannya.

Meski baru di tingkat Polda, Iza berharap imbauan ini juga ditelurkan satuan-satuan kewilayahan seperti Polsek dan Polres.

"Silakan saja masing-masing pimpinan kesatuan wilayah, kalau masjid dekat dari kantor silakan, ini untuk mendorong silaturahmi," kata dia.

Terkait imbauan ini, anggota Kompolnas Hamidah Abdurrachman menyambut baik imbauan yang dikeluarkan Polda Sumsel untuk jajarannya itu. Meski demikian, dia berharap pelayanan untuk masyarakat tetap dapat berjalan.

"Harus ada pengaturan agar fungsi pelayanan dapat tetap berjalan," kata Hamidah. 
(ahy/ega)

Pilih mana bubarkan DPR & PDIP atau bubarkan KPK ?

F-PDIP Rapat Tertutup Bahas Revisi UU KPK


F-PDIP Rapat Tertutup Bahas Revisi UU KPK

Jakarta - Fraksi PDIP DPR menggelar rapat pleno tertutup. Salah satu materi yang dibicarakan dalam rapat ini adalah soal revisi UU KPK.

"Ya, ini rutin rapat fraksi tiap bulan," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno di Gedung K2 DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

Hendrawan mengatakan dalam pleno akan dibicarakan kinerja Fraksi PDIP terkait beberapa rancangan undang-undang (RUU), seperti RUU Tabungan Perumahan Rakyat, RUU Merek, dan RUU KPK.

"Ya, salah satunya itu (revisi UU KPK). Tapi, ini kan rapat seperti sharing saja. Revisi UU KPK lagi ramai, ya tapi nggak bicara itu saja. Bicara juga RUU Merek, RUU Tapera, tugas, penempatan juga," ujarnya.

Sementara, Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto mengatakan pleno hanya membicarakan kinerja fraksi sebelum masuk masa reses.

"Soal persiapan reses saja mas. Nanti saja ya," tutur Bambang.

Dari pantauan, elite PDIP yang sudah hadir  antara lain anggota Fraksi Rieke Diah Pitaloka, Effendi Simbolon, Ribka Tjitaning, Charles Honoris, Wasekjen Eriko Sotarduga, Wasekjen Utut Adianto. Rapat berlangsung tertutup dan baru dimulai sekitar pukul 13.50 WIB.

Diketahui PDIP mendorong revisi UU KPK. Namun dorongan itu berujung hujan kritik, karena draf revisi UU KPK dinilai melemahkan lembaga antikorupsi itu. Sejumlah pasal yang dianggap melemahkan adalah soal pembubaran KPK setelah 12 tahun UU disahkan, pencopotan kewenangan penuntutan, penyadapan yang harus izin pengadilan, dan batas minimal kasus yang bisa diselidiki minimal Rp 50 miliar.

=============================
detik.com

Di era PDIP berkuasa : KPK akan di mandulkan ?

Revisi UU Bikin KPK Tak Berhak Angkat Penyelidik dan Penyidik Sendiri



Jakarta - Keanehan demi keanehan bisa dengan mudah ditemukan dalam draft RUU KPK yang diajukan DPR dan dimotori PDIP. Beberapa perubahan pasal sangat menyudutkan posisi KPK yang dibentuk sebagai lembaga istimewa untuk memberantas korupsi.

Beberapa perubahan dalam draft RUU KPK menyuratkan keinginan untuk merombak total kewenangan yang dimiliki KPK saat ini. Salah satunya soal kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.

Dalam Pasal 41 ayat 3 sebagaimana dikutip dari draft RUU KPK, Rabu (7/10/2015), tertulis jelas bahwa penyelidik dan penyidik di KPK harus berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Tak hanya itu, KPK tak bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri, namun harus atas usulan kepolisian dan kejaksaan.

"Penyelidik dan penyidik yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi berasal dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan setelah diusulkan oleh Kepolisian dan Kejaksaan dan diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi," demikian bunyi pasal tersebut.

Padahal, selama ini KPK merekrut beberapa penyelidik dan penyidik di luar Kepolisian dan Kejaksaan. Hal itu karena KPK membutuhkan tenaga penyelidik dan penyidik yang juga paham perbankan, ekonomi, audit keuangan dan lainnya. 

Hakim di pengadilan Tipikor pun selama ini tak pernah mempermasalahkan keabsahan penyelidik dan penyidik KPK yang berasal dari luar kepolisian dan kejaksaan. Buktinya, semua kasus KPK yang sampai ke pengadilan selalu menang.

Soal pengangkatan penyelidik dan penyidik independen ini memang tak dilarang oleh UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini. Tak ada ketentuan penyelidik dan penyidik KPK harus berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Ternyata, pembatasan KPK dalam draft RUU di DPR tak berhenti di situ. Bahkan, DPR melarang KPK merekrut pegawai sendiri.

"Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c adalah Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dan Kementerian yang membidangi komunikasi dan informasi," demikian bunyi pasal 25 ayat 2.

Kenyataanya, selama ini KPK rutin merekrut pegawainya sendiri melalui program 'Indonesia Memanggil'. Perekrutan pegawai sendiri oleh KPK juga tidak bertentangan dengan UU KPK yang berlaku saat ini.

Oleh karena itu, KPK sangat keberatan adanya rencana revisi UU KPK oleh DPR. UU nomor 30 tahun 2002 yag berlaku saat ini dinilai sudah cukup baik.

"UU sekarang sudah cukup baik terkait teknis pencegahan dan penindakan. Memang masalah managemen struktural saja yang perlu di evaluasi," kata Plt Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji, Selasa (6/10). 
(kha/dhn)