Dari Istri Simpanan hingga Komunisme

oleh Budi Ashari *

Potret Generasi Masa Depan Indonesia!

Kasihan…sambil mengurut dada. Itu yang bisa dilakukan oleh siapapun yang sadar akan pendidikan Islami. Kurikulum pendidikan negeri ini kacau balau. Terbayangkankah oleh kita bagaimana hasil anak didik yang kelak mengambil alih kemudi negeri ini.

Ramai di media tentang LKS kelas dua SD atau MI. Kata istri simpanan yang bukan saja tidak mendidik dan tidak penting sama sekali, serta banyak yang belum paham artinya itu muncul dalam kisah fiktif yang tidak banyak gunanya.

Saat media mencoba mengorek siapa yang bertanggung jawab, semua lari. Kepala pusat kurikulum dan buku kemendikbud Diah Hariyanti mengaku tidak tahu menahu perihal adanya lembar kerja siswa sekolah dasar yang memuat materi tentang ‘istri simpanan’. Ia menegaskan, hal itu merupakan tanggung jawab internal sekolah.
"Wah saya tidak tahu. Itu bukan tanggung jawab kami karena LKS diedarkan tanpa harus melewati seleksi Puskurbuk," jawabnya ringan (kompas.com)
Sementara Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti, Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus bertanggungjawab dan dinilai lalai sehingga LKS dan buku teks yang memuat materi kontroversi bisa beredar dan dikonsumsi oleh para siswa SD.
Belum lagi hal itu reda, muncul kembali kurikulum tingkat SMA. Tentang kata komunisme yang telah terlarang di negeri ini. Yang diributkan di televisi —yang saya saksikan— tentu tidak menyentuh akar permasalahan. Ada yang lebih fundamental dan lebih penting untuk dibahas tentang kata komunisme ini.
Diperlihatkan tulisan di kurikulum itu, tentang landasan negara. Dan berikut ini landasan negara yang dijejalkan di otak anak-anak yang sebentar lagi menjadi pemimpin itu: 
Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme dan Pancasila. 
Ada yang janggal? Ya, jelas. Kemana Islam?

Hitunglah negara ini tidak suka disebut negara Islam, setahu saya masih ada negara yang menyebut landasannya adalah Islam. Seperti negara kaya dan besar, Saudi Arabia. Mengapa tidak dicantumkan? Big Question....

Ditambah lagi dengan pertanyaan dalam buku tersebut yang memerintahkan siswa untuk mencari kesamaan konsep antara Pancasila dengan salah satu dari ketiganya. Sangat tidak ada gunanya! 

Ada dua hal dalam informasi di atas:

  1. Kurikulum dengan kualitas rendah
  2. Kurikulum yang tidak perlu ada

Generasi kita sering mendapatkan kualitas kurikulum rendah. Sehingga bisa diduga isi kepala mereka. Coba lihat soal pilihan AGAMA tingkat MI atau SD berikut ini:

Siapa yang menurunkan hujan?

  1. Allah
  2. Malaikat
  3. Manusia

Apa jawaban Anda?

Soal ini menunjukkan si pembuat kurikulum agama harus belajar agama lagi. Allah memerintahkan malaikatnya untuk menurunkan hujan. Malaikat tidak bertindak kecuali atas perintah Allah. Jika disuruh memilih salah satunya, maka jawaban mana yang benar?

Saya teringat saat ada ujian TOAFEL (Bahasa Arab) di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah. Ada teman saya, anak Jambi kelahiran Mekah, besar di Mekah, sekolah hingga S1 di Mekah. Jadi, Bahasa Arab bukan saja bahasa hariannya, tetapi dia juga ahli bahasa Arab. Keluar ruangan ujian, dia berkata kepada saya: (تركت الأسئلة لصاحب الأسئلة / saya serahkan beberapa pertanyaan kepada pembuatnya). Sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa bukan bagaimana menjawabnya, tetapi soalnya yang salah.

Kualitas....oh....kualitas

Ada lagi pembahasan yang lebih mendasar. Yaitu, jumlah kurikulum yang membuat punggung anak-anak kita bengkok karena menggendong tasnya, ada pertanyaan yang harus dijawab: apakah semua kurikulum itu penting adanya?

Ibarat komputer, otak generasi kita yang dijejali dengan berbagai macam file sampah, maka akan kerjanya akan berjalan sangat lambat. Karenanya, Islam tidak saja melarang perbuatan dosa. Tetapi juga melarang kesia-siaan. Tidak sedikit ayat dan hadits yang menyampaikan hal itu.

Inilah salah satu ciri hamba Allah yang baik dalam Surat Al Furqon: 72,

"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya."

Ayat ini menggabungkan antara dosa dan perbuatan sia-sia. Keduanya harus dijauhi. Maka, pada kurikulum pun harus dihilangkan dua hal ini. Dosa dan sia-sia. Dengan demikian harus muncul pertanyaan: Apa manfaat dari kurikulum PLBJ, umpamanya. Untuk dunia dan akhirat generasi masa depan kita? Tidakkah untuk budaya, bisa hanya dengan program kunjungan berkala, tidak perlu mendesak-desak file otak anak-anak kita dengan jam yang dikhususkan?

Pertanyaan yang perlu dijawab. Dan pertanyaan yang perlu dibuat untuk kurikulum lain.

Di tengah, semua carut marut ini, harapan orangtua ditumpahkan ke sekolah-sekolah berlabel Islam.

Tapi, beberapa hari lalu saya kedatangan seorang guru agama senior di sebuah sekolah Islam yang besar. Panjang beliau menumpahkan keluh kesah.

Dengarkan salah satunya: Sekolah saya sekolah Islam, tetapi pelajaran Islam dipinggirkan. Kalau ada anak yang nilai matematikanya jelek, akan dibuatkan kelas-kelas pendalaman materi. Tetapi kalau ada anak yang nilai Bahasa Arabnya jelek, sekolah tidak peduli.

Padahal para orangtua itu mau menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dengan label huruf “I” (Islam) dengan biaya yang tidak murah, dikarenakan ada huruf itu. Tetapi ternyata baru sekadar brand jualan belaka.

Tulisan ini tidak sedang menghakimi semuanya. Karena memang tidak menguasai semua data sekolah. Tetapi silakan dijadikan sebagai cermin untuk memandangi sekolah masing-masing.

Islam dan Efektifitas Kurikulum

Pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam, mempunyai efektifitas dalam hal kurikulum. Sejarah Islam mengungkapkan hal itu.

Dalam biografi orang-orang besar dalam sejarah Islam; baik ulama, ilmuwan atau pemimpin. Sistim Islam telah menghadirkan mereka dengan karya-karya istimewa di berbagai bidang sejak usia awal. Sehingga begitu banyak karya yang dihasilkannya pada usia berapapun wafatnya.

Ibnu Khaldun selesai belajar ilmu di negaranya (karena konflik negara) di usia 17 tahun. Dan itu telah cukup untuk membekalinya menjadi pakar di berbagai bidang ilmu yang diakui seluruh dunia hingga masyarakat barat.

Ibnu Sina telah menjadi dokter kenamaan di istana kekhilafahan pada usia 17 tahun. Dan pada usia 18 tahun telah merambah ilmu baru yaitu menjadi seorang fisikawan.

Muhammad Al Fatih belajar dari kecil dan telah diuji coba untuk memimpin Kota Manisa pada usia 14 tahun. Dan pada usia 22 tahun, saat ayahnya meninggal, ia telah siap memimpin kesultanan besar; Turki Utsmani.

Shahabat Usamah bin Zaid sangat dikenal oleh muslimin karena telah menjadi panglima perang yang dikirim melawan pasukan Super Power pada usia 17 tahun dan pulang membawa kemenangan.

Mereka semua hanya contoh kecil bahwa sistim pendidikan Islam adalah sistim yang efektif dan mengirit umur untuk berkarya di masyarakatnya. Tidak membebani orangtua, tidak membebani masyarakat. Bukan sekolah dan kampus yang hanya menghasilkan wacana di otak. Tetapi pendidikan yang menghasilkan karya baik, bagi seluruh kehidupan di segala bidangnya.

Maka, mengapa kita tidak berani mengembalikan sistim pendidikan yang istimewa itu. Mengapa tidak percaya diri.

Harus ada yang bergerak memulai. Menggali kurikulum pendidikan Islam berbasis kebesaran masa lalu yang masih utuh tercatat.

Jangan terus berkutat memodifikasi kurikulum yang menyuguhkan istri simpanan dan komunisme.

Karena kalau tidak, hasil didikan generasi ini hanya berkutat mencari istri simpanan dan menjadi manusia tanpa Tuhan. Astaghfirullah....

Sumber: http://www.cahayasiroh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=281%3Adari-istri-simpanan-hingga-komunisme&catid=39%3Akajian-tematik&Itemid=190

*Tentang Penulis. Budi Ashari, lelaki berkaca mata yang wajahnya hari-hari belakangan ini sering menghiasi acara "Khalifah" Trans 7 setiap jum'at jam 05.00 pagi adalah ayah dari 3 orang anak. Lahir di Tulungagung, 17 April 1975. "Cerdas" adalah kesan yang akan di dapat oleh setiap orang yang mendengar kajiannya. Wajarlah kalau ia menjadi salah satu lulusan terbaik dengan predikat cumlaude dari Fakultas Hadits dan Studi Islam di Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Majalah Ghoib, Sinetron Astaghfirullah (SCTV) dan reality show "Kehebatan Ruqyah" (Lativi) adalah beberapa sentuhan produk yang di bidaninya. Salah satu pendiri yayasan Cahaya Siroh dan direktur Lembaga Kajian dan Study Ilmu Peradaban Islam Cahaya Siroh ini memiliki obsesi besar untuk menghadirkan berbagai kurikullum pendidikan yang dapat mengembalikan peradaban Islam. Bersama Muhamimin Iqbal yang merupakan praktisi bisnis sekaligus pemilik "geraidinar.com" membangun "Kutab" sebuah institusi pendidikan untuk anak-anak usia 5-12 tahun. Sebuah institusi yang terinspirasi dari sejarah pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. "Ketika hidup selalu terasa sial" dan "Inspirasi dari rumah cahaya", adalah dua buah buku yang di hasilkan dari kegemarannya menulis. Iapun menjadi salah satu inspirator, pendiri dan penulis rutin website cahayasiroh.com. Dengan motto hidup "Jangan pernah beristirahat sebelum sebelah kaki kita menginjak di surga", kita akan merasakan kiprahnya dalam menghadirkan berbagai informasi dan ulasan tentang kedahsyatan kehidupan generasi Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam membangun peradaban Islam di pentas dunia.

5 comments:

  1. tetap saja tulisan ini tidak menjawab permasalahan yang ada. masih klise karena tidak menjelaskan sistem pendidikan yang bagaimana yang islami itu......???? apakah ibnu khaldun dan generasi emas islam itu ujug2 ada begitu saja.... dan ketika dikatakan kurikulum islam, maka bentuk kurikulumnya yang bagaimana... sebab nyata-nyata juga tokoh seperti al-khawarizmi sekalipun banyak mencontoh dan mempelajari tradisi 'belajar dan berpikir' yunani

    ReplyDelete
  2. mohon baca pada bagian tentang penulis.

    ReplyDelete
  3. bapak kan tanya kurikulum nya kan ? nah budi ashari dan rekan2nya mulai membangun "kuttab" semacam lembaga pendidikan anak untuk usia 5-12 tahun, yang pasti mereka punya kurikulum dong, nah setahu saya mereka akan mulai berjalan bulan juni tahun ini, bisa lah silarurrahim dengan mereka ...

    ReplyDelete
  4. Info tambahan:

    Alhamdulillah persiapan untuk beroperasinya Kuttab – tempat untuk membangun karakter iman sejak usia dini, tempat mempersiapkan kemandirian di usia belia – kini sampai tahap akhir. Waktunya kami mengundang para peminat Kuttab untuk menyaksikan secara langsung seperti apa modul-modul pembelajaran di Kuttab, seperti apa visi kami, bagaimana para guru mengajar dlsb. pada acara pengenalan dan peluncuran tanggal 29/04/2012 jam 09.00-13.00 di Bazaar Madinah Business Hall – Jl. Kelapa Dua Raya 100 Depok.

    Bagi yang berminat, silahkan mendaftar melalui email ke Iqbal@geraidinar.com. Karena terbatasnya tempat, kami hanya akan mengundang sampai 50 peminat melalui situs ini.

    sumber: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/84-gd-articles/umum/979-undangan-untuk-pengenalan-dan-peluncuran-kuttab

    ReplyDelete