SELALU BERTEMU JALAN BUNTU

SELALU BERTEMU JALAN BUNTU

Oleh: Jum'an

Saya baru mengganti oli mesin mobil yang sudah berwarna hitam pekat karena sudah kelebihan 1000 km belum diganti. Karena tidak merasakan dampak kenyamanan mengemudi dengan oli baru, saya minta sopir memeriksanya. Tidak lama dia melapor: "Bapak belum ganti oli? Masih hitam begini!" katanya sambil mengoles-oles oli diantara telunjuk dan ibu-jarinya. Sopir-sopir lainpun ikut memeriksa. Empat orang semua sepakat menyatakan bahwa oli mobil saya tidak diganti. Jelas saya ditipu. Sakit sekali rasanya hati ditipu sebelum gajian. Saya pun bertekad untuk melabrak bengkel itu agar segera menggantinya dengan yang betul-betul baru. Kalau berkelit akan saya kutuk biar masuk neraka! Benar; mereka berkelit. Mandornya mengatakan warna olinya memang begitu. Montir yang mengerjakannya bahkan bersumpah bahwa ia tidak pernah berbohong, "kalau ya saya bilang ya kalau tidak saya bilang tidak". Semua kompak mengatakan oli sudah diganti sementara saya dan sopir saya yakin belum. Karena tidak ada penyelesaian saya terpaksa mengalah, puas hanya dengan bersumpah tidak akan kesitu lagi untuk selamanya sambil merobek-robek kwitansi pembayarannya didepan mereka.

Hari berikutnya, dengan masih dendam dan penasaran, saya check ke bengkel langganan yang selama bertahun-tahun tidak pernah menipu saya. Mendengar keterangan saya, nyonya Sim pemilik bengkel langsung menyambar dan berpidato panjang lebar bahwa sekarang ini memang banyak bengkel besar yang suka menipu, mengoplos oli, dan tidak sdikit orang yang tertipu yang datang mengadu kebengkelnya. Sementara itu ada tiga orang montir memeriksa oli mobil saya dengan serius. Dilihat, dicium-cium baunya, dioles-oles sambil saling mencocokkan pendapat. Semua sependapat bahwa oli itu baru! "Saya kenal baunya Pak. Ini oli baru. Mungkin waktu mengganti agak kurang bersih menyemprotnya." Entahlah! Dua pihak yang paling kompeten meyatakan pendapat yang saling berlawanan. Sayapun patah semangat pasrah dan mengikuti nasehat nyonya Sim: “Begini saja! Nanti, kalau sudah 1000 km, ganti olinya disini!” Padahal oli itu diperuntukkan 5000 km. Usaha mencari kejelasan soal ganti oli saja bisa kabur dan buntu begini, apalagi kejelasan tentang harga dan subsidi BBM. Fenomena mencari kebenaran dan keadilan yang kandas ditengah jalan memang selalu terjadi. Dari kasus yang sepele sampai korupsi skala besar.

Penyebabnya mungkin karena sisi lain dari sifat manusia adalah keinginan untuk tidak diadili. Manusia ingin tidak ada penghakiman baik terhadap keyakinan, pilihan gaya hidup, kehidupan seksual, penilaian moral maupun tingkah-laku pribadi. Manusia ingin agar dosa tidak usah dihukum, tanpa rasa bersalah tanpa konsekwensi. "Sesuatu adalah benar jika hal itu benar untuk anda. Apa yang salah bagi anda belum tentu salah bagi orang lain." tidak ada yang mutlak dan tidak ada paradoks. Mungkin begitulah sebagian dari keinginan manusia.

Agama telah membuat garis tajam dan jelas yang memisahkan antara yang salah dan yang benar, yang boleh dan yang tidak boleh dikerjakan. Siapapun yang ingin mengikutinya dapat melihat garis itu dengan nyata. Tetapi garis tajam itu makin lama makin kabur. Atau tepatnya, manusia selalu berusaha untuk membuatnya kabur. Padahal kita sadar bahwa ada yang secara mutlak adalah benar dan secara mutlak adalah salah. Perkawinan antara sesama jenis adalah salah dan dosa; jangan hanya disebut sebagai “gaya hidup alternatif”. Itu merupakan tindakan menantang Tuhan. Berbohong, bersumpah palsu, menggelapkan fakta harus ada konsekwensi dan hukumannya. Tapi manusia cenderung menghindar dan memilih kompromi atau mengabaikannya.

Seiring dengan kemajuan peradaban manusia, sifat tidak ingin diadili seperti diatas, semakin mengkristal, disusun menjadi ideologi berikut organisasi, penyebaran dan pertahanannya. Yang meresahkan bahwa mereka menyusup kesemua lapisan dan golongan, bahkan kesemua agama. Mereka ada ditengah-tengah kita ummat Islam. Mereka ibarat gundik yang kita pelihara yang selalu mengajak berzina menodai kesucian dan kemurnian wahyu Illahi. Gundik-gundik yang bernama Islam Liberal atau Sekular. Tak ada dosa, tak ada penghakiman, serba kompromi. Jadi mengapa mencari kejelasan sepele tentang mengganti oli mobil atau mengadili kejahatan besar slalu menemui jalan buntu? Karena manusia memang tidak mau diadili; lebih baik kompromi.

No comments:

Post a Comment